2007, Januari 16. Segera aku sms Tamam, memastikan sudahkah dia siap berangkat mengantarku? Pagi ini rencanaku untuk melamar pekerjaan akan kurealisasikan. Berbekal pengalaman buruk menjadi sales peralatan memasak, setidaknya pernah satu kali aku menghadapi pihak HRD yang tugasnya tanya ini itu seputar pendidikan, keluarga, mulai hal yang umum sampai hal yang sangat urgent dalam masalah pekerjaan.
Yap inilah aku, remaja lulusan sma tahun 2006. Resmi menjadi pengangguran setelah gagal lolos ujian saringan masuk salah satu universitas kenamaan di Indonesia. Semenjak smp aku mendambakannya, berkaca dari mba Lis yang selepas lulus dari kampus tersebut langsung bekerja di instansi pemerintah, kalau tidak salah di perpajakan. Wow sepertinya luar biasa jika dalam usia muda bisa bekerja sebagai pegawai negeri dengan embel-embel kemapanan secara finansial (meski tidak mewah), ekspektasi kebanyak anak desa yang ingin segera memperoleh penghasilan guna membantu mengurangi beban keluarga.
Beranjak sma, keinginan itu makin mendekati waktu jatuh tempo. Singkat saja, nilai kelulusan ku termasuk bagus. Setidaknya, syarat utama memiliki rata-rata nilai kelulusan 7 sudah kulewati. Betapa senangnya, seakan mimpi itu bisa segera jadi kenyataan. Namun apa daya, Tuhan belum mengijinkan cita-cita itu jadi nyata. Dia menundanya sampai aku lebih mampu secara keuangan dan kematangan pemikiran.
Beranjak sma, keinginan itu makin mendekati waktu jatuh tempo. Singkat saja, nilai kelulusan ku termasuk bagus. Setidaknya, syarat utama memiliki rata-rata nilai kelulusan 7 sudah kulewati. Betapa senangnya, seakan mimpi itu bisa segera jadi kenyataan. Namun apa daya, Tuhan belum mengijinkan cita-cita itu jadi nyata. Dia menundanya sampai aku lebih mampu secara keuangan dan kematangan pemikiran.
Bip bip, suara klakson motor Tamam (ternyata dia sudah datang) . Jam 09.30, tidak pagi memang. Namun untuk ukuran mall, jam 9 baru dibuka. Mana bisa masuk ke sana jika pintunya saja masih di tutup. Kami perkirakan sampai di sana sekitar jam 10.00 atau selambat-lambatnya 10.30.
“Mlebu Mam,” kataku. (“Masuk Mam”)
“Wes, ra usah. Aku nang njaba bae, semriwing. Gagian cepet dinggo sepatune wes awan kyeh.” Kata Tamam. (“Udah g usah. Aku di luar ajah lebih sejuk. Ayo cepet, dipakai sepatunya udah siang neh”)
“Sip sip, delat bos. Dak doleti ndisit helm karo kacamata.” Aku mengakhiri pembicaraan (“Sip sip, bentar lagi bos. Aku cari dulu helm sama kacamata”)
No comments:
Post a Comment